Kamis, 28 Juni 2012

true love? #2

dan adakalanya cinta diuji untuk mengetahui apakah ia benar-benar cinta sejati....

silahkan disimak lanjutan kisah Fram dan Istrinya (diambil dari buku "sejuta rasanya- Tere Liye"


Tapi cerita yang lebih menyedihkan baru saja dimulai. Tidak ada yang tahu kalau seekor belibis itu memiliki pasangan. Menuut keyakinan penduduk kota kami, dalam waktu tertentu dewa-dewi surge akan turun menjejak bumi. Celakanya elibis itu turun di waktu dan tempat yang salah.

Fram dan istrinya kembali keseharian mereka dulu yang menyenangkan. Tubuh Fram kembali kekar. Ia mengambil alih tugas istrinya selama ini. Terlebih kaki istrinya pincang sekarang, terpotong hingga pangkal betis. “terkena pohon cemara yang roboh. Membusuk. Jadi aku potong!” Istrinya menjelaskan. “kau tetap cantik meski pincang, istriku!” fram bergurau riang. Istrinya bersemu merah. Dan kebahagiaan mereka semakin lengkap saat enam bulan kemudian istrinya hamil. Benar-benar kabar yang menyenangkan.

Saat kandungan istrinya menjejak tujuh bulan, terjadilah peristiwa aneh itu. Fram yang sedang berburu rusa di hutan cemara, tidak sengaja melihat seekor belibis indah. Fram berkali-kali jatuh mengejar belibis itu hingga ke tepi danau. Melupakan banyak keganjilan. Dan terperanjatlah! Ia tidak menemukan seekor belibis yang sedang berenang, melainkan seorang wanita yang sedang mandi.

Apakah cinta sejati itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang tidak bisa dibagi lagi? Apakah ia sejenis kata akhir dari sebuah perasaan? Tidak akan bercabang? Tidak akan membelah diri lagi? Titik? Penghabisan? Bukankah lazim seseoang jatuh cinta lagi padahal sudah berjuta kali bilang ke pasangan-pasangan lamanya “Ia adalah cinta sejatiku!”

Entah bagaimana caranya, Fram jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis belibis tersebut. duhai! Celakalah urusan ini! Jalan kisah menjadi berpilin menyakitkan. Bukannya menghabiskan waktu bersama    istrinya yang sedang hamil tua dirumah, Fram malah lebih banyak duduk di tepi danau. Bercengkama dengan gadis itu.

Di mata Fram, gadis itu sungguh menyenangkan. Memesona. Pakaiannya indah berkilauan. Perhiasannya cemerlang. Wajahnya bagai guratan sempuna pematung tersohor. Tubuhnya memikat. Fram benar-benar jatuh cinta. Tak pernah ia menyadari, ternyata cinta bisa sehebat ini.

Malangnya nasib istri Fram, seminggu sudah suaminya tidak pulang-pulang. Ia hanya menunggu cemas di bawah pintu. Sementara perutnya semakin memmbuncit. Dua minggu lagi bayinya akan lahir. Ditengah putus asanya menunggu, pagi itu, persis saat cahaya matahari menerabar sela dedaunan pohon cemara, persis saat bunga-bunga bermekaran di halaman pondok, istri Fram memutuskan mencari suaminya.

Pencaharian yang menyesakkan. Dengan sepotong tongkat, istri Fram menopang tubuhnya yang kesusahan menyisir hutan cemara. Dan lebih menyesakkan lagi saat ia akhirnya menemukan Fram yang sedang tergila-gila cinta, berdua dengan gadis cantik itu
.
Tersungkurlah istri Fram. Lirih memanggil suaminya. Duhai, Fram hanya melirik selinta, lantas menyuruhnya pergi. Seperti tidak pernah mengenalnya. Seperti tidak pernah mengenalnya.

Menangis istri Fram. Lemah berusaha memeluk kaki suaminya. Fram justru mengibaskannya. Membuat tubuh dengan perut buncit itu jatuh terjungkal. Tongkat yang dibawanya tak sengaja mengenai kepala. Istri Fram mengaduh kesakitan. Meski ada yang lebih sakit lagi di hatinya.

Dimanakah janji cintanya? Dimanakah? Semuanya musnah disaat mereka harusnya sedang berbahagia menanti kelahiran naak pertama mereka. Istri Fram gemetar berusaha berdiri. Lirih memanggil dewa-dewi surge demi sebuah keadilan. Ia gemetar berdiri dengan sebelah kakinya, pincang berusaha mencengkeram bebatuan.

Fram tidak peduli. Menarik tangan gadis belibis, mengajaknya pergi menjauh. Tapi, sebelum hal itu terjadi, dewa-dewi surge yang melihat kejadian itu turun ke bumi. Mengungkung tepi danau dnegan gemerlap mereka.

“siapakah yang memanggil dan meminta penjelasan?”

“aku.. “ istri Fram menjawab lirih.

Dan menjadi teranglah urusan itu. Gadis cantik itu adalah penjelmaan pasangan belibis yang tersesat di pondok Fram dua tahun silam. Justru gadis cantik itu menuntut keadilan. Istri Fram tersedu mendengar tuntutan itu, ia tidak menyangka urusan berubah sedemiakian rupa.

“Baik, yang terjadi biarlah terjadi. Maka biarlah Fram yang memutuskan masalah ini. Apakah ia akan memilihmu atau memilih gadis belibis. Wahai, karena kau seorang manusia, dan gadis belibis ini separuh dewa-dewi, maka kami akan memberikan kau tiga kali kesempatan untuk menghilangkan kelebihan miliknya atau menambah keleihan milikmu. Setelah itu, apakah Fram akan memilihmu atau gadis belibis itu teserah padanya.”

Isti Fram menyeka air matanya.

“aku ingin seluuh sihir gadis ini dihilangkan.”

Cahaya yang mengungkung gadis elibis ini mendadak lenyap. Pakaiannya kehilangan kemilau. Perhiasannya beubah menjadi keikil batu. Duhai, tetap saja ia terlihat lebih cantik dari siapapun di tempat itu. Tetap memesona. Fram dengan mudah memutuskan memilih gadis belibis itu. Istri Fram mengeluh tertahan.

“Aku ingin seluruh sihir yang masih mengungkung suamiku dihilangkan!” Istri Fram menyebut permintaan keduanya. Gentar sekali menunggu hasilnya.

Sekejap cahaya yang membalut tubuh Fram sejak pertama kali ia melihat buung belibis itu menghilang. Sihir pesona itu lenyap. Petani miskin itu teiba-tiba seperti baru tersadakan. Tetapi, wahai, apalah arti cinta sejati? Gadis belibis itu tetap memesona meski sihirnya tidak lagi menutup mata dan menebalkan otaknya. Fram sekali lagi tega memilih gadis belibis itu.

Istri Fram jatuh terduduk.

Oh, dimanakah sisa-sisa janji itu? Dimanakah?
“Aku ingin Fram melihat janji kebahagiaan yang diberikan oleh bayi yang kukandung!” istri Fram bekata lirih. Menyebut kesempatan ketiga sekaligus terakhinya.

Siluet cahaya menggetarkan mengungkung kepala Fram. Ia seperti menyaksikan visualisasi nyata masa depan mereka. Kehidupan yang menyenangkan di pondon bersama anak-anak meaka. Taman bunga di tepi danau. Tetapi, apalah gunanya janji masa depan itu? Fram mengibaskannya. Ia merasa memiliki janji kehidupan yang lebih indah besama gadis belibis ini. Fram mendesis, memilih gadis belibis.

Fram meraih tangan gadis belibis disebelahnya. Mengajaknya pergi. Matanya benar-benar dibutakan oleh tampilan. Tega sekali ia memberangus kehidupan bersama istrinya. Dewa-dewi menghela napas tertahan. Apapun hasilnya, semua sudah selesai. Meeka beranjak hendak pergi. Saat itulah salah seoang dewa-dewi itu berkata lirih.

“kenapa kau tidak menggunakan kesempatan terakhirmu untuk menunjukkan kejadian yang sebenanya, wahai wanita yang malang.”

Wajah-wajah tertoleh, seorang dewa yang amat cemerlang wajahnya terbang mendekati istri Fram.
“Kenapa kau justru menggunakan kesempatan terakhirmu untuk memperlihatkan janji masa depan?”
Istri Fram tersedu, menggeleng, menyeka pipinya.

“Wahai wanita yang malang, kenapa kau tidak meminta kami menunjukkan dengan nyata kejadian malam itu. Agar suamimu melihatnya. Agar gadis belibis ini melihatnya.”
Istri Fram berkata lirih, tertahan, “Aku tidak ingin cintanya kembali karena dia merasa berhutang budi.”

Dewa dengan wajah cemerlang itu tertawa getir…

“Kau melakukannya karena cinta, wahai wanita yang malang. Maka tidak ada hutang budi. Ah, urusan ini benar-benar menyakitkan!” Dewa itu menoleh ke arah Fram dengan tatapan menghinakan, “Kau tidak pernah tau mengapa istimu pincang, wahai pemuda yang sepatutnya deikasihani. Dan kau, gadis belibis yang menyedihkan, kau tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan belibis pasanganmu. Biarlah hai ini seluruh dewa-dewi menjadi saksi, dalam urusan cinta ini mereka yang dibutakan oleh duniawi tidak akan pernah mengerti hakikat cinta sejati.”

Maka melesatlah dewa dengan wajah cemerlang itu ke angkasa, menyusul dewa-dewi lainnya. Meninggalkan istri Fram yang menangis tersungkur sendirian. Istri Fram yang hamil tua. Istri Fram yang menyimpan kisah sesungguhnya apa yang terjadi malam itu, ketika suaminya sekarat. Peristiwa yang tidak ingin ia perlihatkan pada suaminya, hingga suaminya merasa berhutang budi.
Fram dan gadis itu justru sudah pegi segera.

Maka apa yang kau pikirkan tentang Fram? Apa yang terlintas dibenakmu tentang istrinya? Yang jelas, semuanya terasa menyakitkan sampai ke hulu jantung. Betapa teganya Fram meninggalkan istrinya yang sedang mengandung karena tergila-gila dengan gadis yang rupawan? Maka siapa yang memiliki cinta yang tulus? Apa senarnya yang terjadi pada malam yang disesalkan para dewa itu? Ah, semuanya serba menambah rempah-rempah pertanyaan di benakku saat itu meskipun aku sudah menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi. 

to be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar