Minggu, 28 Agustus 2011

benarkah kata orang???


Benarkah kampus rakyat????

Entah kenapa ang saya rasakan tidak sesuai dengan perkataan orang-orang bahawa Universitas Indonesia adalah kampus rakyat. Nama saya Nailul Dina Afera, diterima di Universitas Indonesia di jurusan Ilmu Keperawatan 2011 melalui jalur masuk SNMPTN tulis. Nah, bagi orang2 ang diterima melalui SNMPTN tulis bisa mengajukan BOP berkeadilan dimana para calin mahasiswa dapat bernegosiasi mengenai uang kuliah ang dirasa berat. Disini, pihak UI membuat suatu data yang harus diisi agar informasi dapat dipertanggung jawabkan.

Karena saya dan orang tua merasa keberatan atas biaya kuliah yang seharusnya, maka saya mengajukan BOP berkeadilan. Saya dan orang tua berusaha mengisi data terseut dengan sejujur mungkin karena kedua orang tua saya adalah PNS. Akhirnya pengajuan BOP berkeadilan itu dikirim ke UI Depok.

Setelah beberapa minggu menunggu, hasil dari pengajuan BOP berkeadilan itupun keluar. Alhasil, biaya kuliah saya hanya dikurangi Rp 50.000,- dari total Rp 7500.000,-/semester. Total bayaran di awal semester ini adalah Rp 12.700.000,-. Saya dan orang tua sangat kaget melihat hal tersebut. Kenapa hana kurang Rp50.00,-? Padahal kami telah mengajukan alas an keberatan tersebut berupa hutang di bank, dan kami masih tinggal di rumah dinas Puskesmas di Sumatera Barat.

Setelah diperhatikan lagi, ternyata masih ada kesempatan untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut dengan syarat harus melampirkan data yang mendukung keberatan tersebut. Akhirnya saa mengajukan banding dan mengirim semua yang diminta pihak UI.

Dalam masa penantian keputusan, ternyata pihak UI menelpon ayah dan tetangga saya dengan meminta kejelasan dan ketarangan mengenai biaya kuliah tersebut. Ada perasaan sedikit lega dihati saya karena pihak UI menelpon untuk mempertimbangkan keputusan tersebut dan hasilnya akan keluar pada tangga 27 Juli 2011.

27 Juli 2011 saya berangkat ke Jakarta dan menginap di rumah saudara di Depok. Malamnya saya melihat hasilbanding tersebut di website UI. Yang lebih mengagetkan lagi hasilnya tetap sama. Hanya saja mereka meringankan dengan memberikan cicilan sebanyak 3 kali. Saya sangat kecewa dengan hasil tersebut. Apa gunanya cicilan 3 kali kalau jumlah uang yang dikeluarkan tetap sama.

Keesokan harinya saya dan ayah saya mengurus langsung keberatan tersebut ke FIK dan bertemu dengan anggota BEM. Pada saat itu kami berkesempatan bertemu MAHALUM FIK dan kami menampaikan segala keluhan tersebut. Ibu mahalum pun menjelaskan cara UI dalam menetapkan BOP. Beliau berkata karena kedua orangtua saya PNS, makanya hasil yang diputuskan seperti itu. Dan ternyata saa mengetahui bahwa pihak UI hanya memasukkan gaji bersih kedua orangtua saya kedalam system dan tidak mempertimbangkan hutang-hutang orangtua saya di bank. Angka-angka tersebut hanya dimasukkan ke computer dan diolah, maka hasil yang dihitung oleh komputerlah yang disampaikan kepada pihak yang mengajukan BOP berkeadilan.

Mendengar cara tersebut saya sangat kecewa. Dan kali ini saa mendapati orang tua saya memohon-mohon kepada pihak UI agar biaya tersebut dipertimbangkan lagi. Dan lebih menyedihkan lagi, permohonan tersebut tidak digubris! Kenapa????? Saya sangat kecewa dengan keadaan tersebut. Mereka menyamakan antara PNS di ibukota dan PNS di daerah. Mereka kira orangtua saya kaya????

Dari keadaan tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa semakin canggih teknologi, semakin midah kerja manusia, tapi semakin tidak memedulikan perasaan dan keadaan orang lain yang sesungguhnya. Semua pertimbangan hanya diputuskan oleh sebuah kotak kecil buatan manusia yang tak dibekali dengan perasaan. System itu kaku, dingin, dan tidak peduli apapun.

Saya sempat berfikir untuk kembali ke Padang karena keadaan keuangan orangtua saya tidak sesuai dengan tuntutan UI. Tapi, ayah saya meyakinkan saya untuk tetap kuliah disini karena ia tau usaha saya belajar keras demi lulus SNMPTN meskipun hanya pilihan kedua. Saya tetap bersikeras untuk pulang, tapi tidak dibolehkan oleh orangtua. Akhirnya saya tetap disini. Saya tetap disini dengan beban dipikiran saya, bagaimana orangtua saya akan membayar semuanya? Apakah harus berhutang lagi??

Sejak itu, saya merasa UI bukanlah kampus rakyat. Memang kampus yang memperjuangkan hak rakyat, tapi rakyat yang mana??? Hanya rakyat yang miskin dan terlantar yang diperhatikan, sedangkan rakyat yang berpenghasilan sedang tidak digubris kean dianggap mampu. Padahal yang saa rasakan, ketika kenaikan harga kebutuhan sehari-hari, rakat yang paling menderita itu adalah seperti orangtua saya. Para pegawai daerah atau pegawai sedang yang tidak diperhatikan sedikitpun. Sementara itu rakyat miskin mendapatkan bantuan.



1 komentar:

  1. idem.

    Anak PNS = BUKAN RAKYAT?


    orang tua menanggung beban materi, dan anak menganggung beban mental.

    BalasHapus