dan adakalanya cinta diuji untuk mengetahui apakah ia benar-benar cinta sejati....
Tapi cerita yang lebih menyedihkan baru saja dimulai. Tidak
ada yang tahu kalau seekor belibis itu memiliki pasangan. Menuut keyakinan
penduduk kota kami, dalam waktu tertentu dewa-dewi surge akan turun menjejak
bumi. Celakanya elibis itu turun di waktu dan tempat yang salah.
Fram dan istrinya kembali keseharian mereka dulu yang
menyenangkan. Tubuh Fram kembali kekar. Ia mengambil alih tugas istrinya selama
ini. Terlebih kaki istrinya pincang sekarang, terpotong hingga pangkal betis.
“terkena pohon cemara yang roboh. Membusuk. Jadi aku potong!” Istrinya
menjelaskan. “kau tetap cantik meski pincang, istriku!” fram bergurau riang. Istrinya
bersemu merah. Dan kebahagiaan mereka semakin lengkap saat enam bulan kemudian
istrinya hamil. Benar-benar kabar yang menyenangkan.
Saat kandungan istrinya menjejak tujuh bulan, terjadilah
peristiwa aneh itu. Fram yang sedang berburu rusa di hutan cemara, tidak
sengaja melihat seekor belibis indah. Fram berkali-kali jatuh mengejar belibis
itu hingga ke tepi danau. Melupakan banyak keganjilan. Dan terperanjatlah! Ia tidak
menemukan seekor belibis yang sedang berenang, melainkan seorang wanita yang
sedang mandi.
Apakah cinta sejati itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang
tidak bisa dibagi lagi? Apakah ia sejenis kata akhir dari sebuah perasaan? Tidak
akan bercabang? Tidak akan membelah diri lagi? Titik? Penghabisan? Bukankah
lazim seseoang jatuh cinta lagi padahal sudah berjuta kali bilang ke
pasangan-pasangan lamanya “Ia adalah cinta sejatiku!”
Entah bagaimana caranya, Fram jatuh cinta pada pandangan
pertama dengan gadis belibis tersebut. duhai! Celakalah urusan ini! Jalan kisah
menjadi berpilin menyakitkan. Bukannya menghabiskan waktu bersama istrinya yang sedang hamil tua dirumah, Fram
malah lebih banyak duduk di tepi danau. Bercengkama dengan gadis itu.
Di mata Fram, gadis itu sungguh menyenangkan. Memesona. Pakaiannya
indah berkilauan. Perhiasannya cemerlang. Wajahnya bagai guratan sempuna
pematung tersohor. Tubuhnya memikat. Fram benar-benar jatuh cinta. Tak pernah
ia menyadari, ternyata cinta bisa sehebat ini.
Malangnya nasib istri Fram, seminggu sudah suaminya tidak
pulang-pulang. Ia hanya menunggu cemas di bawah pintu. Sementara perutnya
semakin memmbuncit. Dua minggu lagi bayinya akan lahir. Ditengah putus asanya
menunggu, pagi itu, persis saat cahaya matahari menerabar sela dedaunan pohon
cemara, persis saat bunga-bunga bermekaran di halaman pondok, istri Fram
memutuskan mencari suaminya.
Pencaharian yang menyesakkan. Dengan sepotong tongkat, istri
Fram menopang tubuhnya yang kesusahan menyisir hutan cemara. Dan lebih
menyesakkan lagi saat ia akhirnya menemukan Fram yang sedang tergila-gila
cinta, berdua dengan gadis cantik itu
.
Tersungkurlah istri Fram. Lirih memanggil suaminya. Duhai,
Fram hanya melirik selinta, lantas menyuruhnya pergi. Seperti tidak pernah
mengenalnya. Seperti tidak pernah mengenalnya.
Menangis istri Fram. Lemah berusaha memeluk kaki suaminya. Fram
justru mengibaskannya. Membuat tubuh dengan perut buncit itu jatuh terjungkal. Tongkat
yang dibawanya tak sengaja mengenai kepala. Istri Fram mengaduh kesakitan. Meski
ada yang lebih sakit lagi di hatinya.
Dimanakah janji cintanya? Dimanakah? Semuanya musnah disaat
mereka harusnya sedang berbahagia menanti kelahiran naak pertama mereka. Istri Fram
gemetar berusaha berdiri. Lirih memanggil dewa-dewi surge demi sebuah keadilan.
Ia gemetar berdiri dengan sebelah kakinya, pincang berusaha mencengkeram
bebatuan.
Fram tidak peduli. Menarik tangan gadis belibis, mengajaknya
pergi menjauh. Tapi, sebelum hal itu terjadi, dewa-dewi surge yang melihat
kejadian itu turun ke bumi. Mengungkung tepi danau dnegan gemerlap mereka.
“siapakah yang memanggil dan meminta penjelasan?”
“aku.. “ istri Fram menjawab lirih.
Dan menjadi teranglah urusan itu. Gadis cantik itu adalah
penjelmaan pasangan belibis yang tersesat di pondok Fram dua tahun silam. Justru
gadis cantik itu menuntut keadilan. Istri Fram tersedu mendengar tuntutan itu,
ia tidak menyangka urusan berubah sedemiakian rupa.
“Baik, yang terjadi biarlah terjadi. Maka biarlah Fram yang
memutuskan masalah ini. Apakah ia akan memilihmu atau memilih gadis belibis. Wahai,
karena kau seorang manusia, dan gadis belibis ini separuh dewa-dewi, maka kami
akan memberikan kau tiga kali kesempatan untuk menghilangkan kelebihan miliknya
atau menambah keleihan milikmu. Setelah itu, apakah Fram akan memilihmu atau
gadis belibis itu teserah padanya.”
Isti Fram menyeka air matanya.
“aku ingin seluuh sihir gadis ini dihilangkan.”
Cahaya yang mengungkung gadis elibis ini mendadak lenyap. Pakaiannya
kehilangan kemilau. Perhiasannya beubah menjadi keikil batu. Duhai, tetap saja
ia terlihat lebih cantik dari siapapun di tempat itu. Tetap memesona. Fram dengan
mudah memutuskan memilih gadis belibis itu. Istri Fram mengeluh tertahan.
“Aku ingin seluruh sihir yang masih mengungkung suamiku
dihilangkan!” Istri Fram menyebut permintaan keduanya. Gentar sekali menunggu
hasilnya.
Sekejap cahaya yang membalut tubuh Fram sejak pertama kali ia
melihat buung belibis itu menghilang. Sihir pesona itu lenyap. Petani miskin
itu teiba-tiba seperti baru tersadakan. Tetapi, wahai, apalah arti cinta
sejati? Gadis belibis itu tetap memesona meski sihirnya tidak lagi menutup mata
dan menebalkan otaknya. Fram sekali lagi tega memilih gadis belibis itu.
Istri Fram jatuh terduduk.
Oh, dimanakah sisa-sisa janji itu? Dimanakah?
“Aku ingin Fram melihat janji kebahagiaan yang diberikan oleh
bayi yang kukandung!” istri Fram bekata lirih. Menyebut kesempatan ketiga
sekaligus terakhinya.
Siluet cahaya menggetarkan mengungkung kepala Fram. Ia seperti
menyaksikan visualisasi nyata masa depan mereka. Kehidupan yang menyenangkan di
pondon bersama anak-anak meaka. Taman bunga di tepi danau. Tetapi, apalah
gunanya janji masa depan itu? Fram mengibaskannya. Ia merasa memiliki janji
kehidupan yang lebih indah besama gadis belibis ini. Fram mendesis, memilih
gadis belibis.
Fram meraih tangan gadis belibis disebelahnya. Mengajaknya pergi.
Matanya benar-benar dibutakan oleh tampilan. Tega sekali ia memberangus
kehidupan bersama istrinya. Dewa-dewi menghela napas tertahan. Apapun hasilnya,
semua sudah selesai. Meeka beranjak hendak pergi. Saat itulah salah seoang
dewa-dewi itu berkata lirih.
“kenapa kau tidak menggunakan kesempatan terakhirmu untuk
menunjukkan kejadian yang sebenanya, wahai wanita yang malang.”
Wajah-wajah tertoleh, seorang dewa yang amat cemerlang
wajahnya terbang mendekati istri Fram.
“Kenapa kau justru menggunakan kesempatan terakhirmu untuk
memperlihatkan janji masa depan?”
Istri Fram tersedu, menggeleng, menyeka pipinya.
“Wahai wanita yang malang, kenapa kau tidak meminta kami
menunjukkan dengan nyata kejadian malam itu. Agar suamimu melihatnya. Agar gadis
belibis ini melihatnya.”
Istri Fram berkata lirih, tertahan, “Aku tidak ingin cintanya
kembali karena dia merasa berhutang budi.”
Dewa dengan wajah cemerlang itu tertawa getir…
“Kau melakukannya karena cinta, wahai wanita yang malang. Maka
tidak ada hutang budi. Ah, urusan ini benar-benar menyakitkan!” Dewa itu menoleh
ke arah Fram dengan tatapan menghinakan, “Kau tidak pernah tau mengapa istimu
pincang, wahai pemuda yang sepatutnya deikasihani. Dan kau, gadis belibis yang
menyedihkan, kau tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan belibis
pasanganmu. Biarlah hai ini seluruh dewa-dewi menjadi saksi, dalam urusan cinta
ini mereka yang dibutakan oleh duniawi tidak akan pernah mengerti hakikat cinta
sejati.”
Maka melesatlah dewa dengan wajah cemerlang itu ke angkasa,
menyusul dewa-dewi lainnya. Meninggalkan istri Fram yang menangis tersungkur
sendirian. Istri Fram yang hamil tua. Istri Fram yang menyimpan kisah
sesungguhnya apa yang terjadi malam itu, ketika suaminya sekarat. Peristiwa yang
tidak ingin ia perlihatkan pada suaminya, hingga suaminya merasa berhutang
budi.
Fram dan gadis itu justru sudah pegi segera.
Maka apa yang kau pikirkan tentang Fram? Apa yang terlintas
dibenakmu tentang istrinya? Yang jelas, semuanya terasa menyakitkan sampai ke
hulu jantung. Betapa teganya Fram meninggalkan istrinya yang sedang mengandung
karena tergila-gila dengan gadis yang rupawan? Maka siapa yang memiliki cinta
yang tulus? Apa senarnya yang terjadi pada malam yang disesalkan para dewa itu?
Ah, semuanya serba menambah rempah-rempah pertanyaan di benakku saat itu
meskipun aku sudah menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi.
to be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar