Dan
benarlah, 1 Februari 2009 merupakan hari bersejarah bagi kau dan aku. Aidii
Safarah, nama yang bakal melekat terus dan menjadi doa serta pembuktian kita.
Ya, kau dan aku mulai saat itu akan berjuang mewujudkan setiap doa yang kita
lantunkan. Maka mulailah tersenyum. J
***
Saat kau terlalu rapuh
Pundak siapa yang tersandar
Tangan siapa yang tak melepas
Kuyakin aku
Kisah demi kisah kita rangkai…
ada ucapan dan dekapan yang menularkan kekuatan. Benar, saat kau rapuh dengan
segala impian…saat kau rapuh karena cacian… saat kau rapuh dengan ikatan..
ingat lagi, pundak siapa yang tak pernah lelah menampung semua amarahmu yang
mengalir melalui air mata. Tangan siapa yang takkan melepas genggamannya,
berusaha menarikmu dari rapuh. Kita memang selalu di uji dengan ‘kerapuhan’
untuk membuat kita kokoh.
-Iya, katamu-
Kau tau, aku tak ingat semua
detil kisah demi kisah yang pernah terjadi dan kita rangkai bersama. Jika bisa,
ingin rasanya aku memperbudak waktu untuk memutar lagi setiap petualangan yang
kita punya. Akanku paksa waktu untuk menceritakan detil yang pernah kita lalui.
Aku akan menelisik otakku yang menyimpan memori detil itu entah dimana..
-Aku
juga, katamu-
Aku terus mencoba menarik
kembali kejadian beberapa tahun lalu.. aku mulai bertanya kepada siapapun yang
ingatannya sangat terikat tentang kita. Lalu, aku menemukannya dalam ingatan
sang 31 yang mengutarakan bahwa saat kita terkesan membuat satu sama lain ‘rapuh’
padahal kita sama-sama berusaha untuk membuatnya kokoh.
Apa kau ingat? Ketika kita
saling menulis ungkapan rasa senang, sedih, kecewa dan nasehat untuk kita..
satu sama lain saling berbalas bahasa. Satu sama lain saling mengkritik yang
mengesankan kebencian. Ada yang benar-benar bertengkar setelah itu. Dan ada
yang semakin akrab dan saling mendukung setelahnya.
-kau
mulai mengingat-
Mungkin kejadian yang kita
ciptakan itu adalah sebagai peluapan rasa kesal satu sama lain.. ungkapan rasa
benci saat itu. Namun, coba ingat lagi.. jika kau tak pernah mengkritik satu
sama lain, kita takkan pernah sekuat ini. jika kita tidak menciptakan kodisi
yang membuat kita ‘rapuh’ sendiri, kita takkan pernah sekokoh ini.
Kertas-kertas itu, apakah kau
masih menyimpannya? Kertas-kertas itu, yang berisikan tulisan tulus, dendam,
benci dan kebahagiaan, apakah kau masih menyimpannya? Jangan merasa bersalah,
aku juga tak tau lagi dimana kertas-kertas nasehat bahkan amarah darimu ku
simpan. Mereka mungkin telah lenyap. Entah dimana….
Namun, coba kau ingat lagi apa
yang pernah kau baca dari potongan-ptongan kertas itu.. apakah ke’rapuh’an yang
sengaja kita ciptakan benar-benar membuatmu kokoh? Maka bernarlah, kita pernah menciptakan
‘rapuh’ untuk kita. Dan kita akan tetap kokoh karena pernah ‘rapuh’
Dan pundak pundak kita akan
saling tersandar ,menopang luapan amarah. Dan tangan-tangan kita saling menggenggam ,menguatkan.